Assalamu'alaykum, suara itu terdengar dari balik pintu kamar. Rupanya si teteh yang baru pulang bekerja. "Waduh jam berapa ini?" benakku. "Jam 03.30 WIB, si teteh baru pulang, kerja apa sih? katanya resepsionis hotel, tapi kok...". Dalam diamnya sepertinya si teteh bisa membaca pikiranku melalui mimik wajahku. "Mikirin apa kamu?" tukasnya. "E engga teh ga mikir apa-apa.", aku malu-malu. "Jangan mikir macem-macem kamu, ini juga aku lakuin demi kamu, demi biayain kuliah kamu dan hidup kamu, kita tuh harus mandiri, kita hidup tanpa orangtua, coba aja kalau kamu kerja aku gak akan sesusah ini." si teteh naik darah. Aku hanya diam seribu bahasa sambil istighfar dalam hati, kok bisa-bisanya teteh bicara seperti itu, seperti orang yang tidak ikhlas menafkahi adik satu-satunya, aku jadi merasa bersalah karena setiap teteh marah dia selalu mengungkit-ungkit aku yang tidak bisa bekerja lah, harus mandiri lah, tidak punya orangtua lah. Sementara siapa yang mau menerima aku yang kuliah saja belum lulus, semua tempat kerja memiliki persyaratan "berpenampilan menarik" yang artinya aku harus membuka jilbab ini demi mendapatkan rupiah, ah tidak ini terlalu mahal untuk ditukar hanya dengan secuil rupiah. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepasnya. Aku tahu teteh sangat kelelahan, aku memutuskan untuk tidak mengatakan sepatah katapun untuk menanggapinya, langsung aku siapkan air hangat untuk teteh mandi. Sambil menunggu teteh mandi aku isi watuku dengan shalat tahajud, tidak lupa ku doakan agar Allah mengubah tabiat kerasnya teteh serta Allah senantiasa melimpahkan hidayah untuk teteh tersayang.
Seusai shalat subuh aku memulai pekerjaan di hari weekend dengan menyabuti rumput-rumput di depan rumah. Ku coba untuk menyapa teteh yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ku beranikan diri untuk basa basi, "Teeh.. tadi shalat subuh kan?". "Shalat ko..", jawabnya masih ketus. "Oh, Alhamdulillah atuh.. hehe.. (semoga saja teteh gak bohong, dalam hatiku) weekend gini teteh sebaiknya istirahat deh, kan capek pulangnya dini hari terus", ku coba basa basi sekali lagi. "Engga ah, aku pengen habisin waktu sama kamu, selama kerja kan aku gak ada waktu buat kamu dek, sekalian mau curhat juga nih aku dek galau berat". Pikirku, masya Allah teteh memang sangat sayang sama aku, semarah apapun itu rupanya hanya pelampiasan rasa lelahnya saja, terharu aku sangat sangat terharu, cepat-cepat ku bersihkan rumput-rumput liar itu. "Teh maafin Maisya ya tadi pagi bikin teteh jengkel hehe.. Oh iya memangnya teh Nay mau curhat apa?", "Emang jengkel yang mana ya dek?", dalam benakku, wah si teteh memang benar tidak marah tadi pagi dia cuma lelah rupanya. "Mm.. ya pokoknya kalau May suka bikin kesel teh Nay tolong maafin ya teh..", "Aneh kamu ini May haha.. hmm.. gini loh dek, teteh tuh lagi galau banget.. kamu tahu kan umur teteh udah berapa?". "mm... 30 tahun ya teh", "Februari ini sudah 31 tahun Maisya, dan kamu tahu engga kegalauan apa yang dirasakan perempuan yang sudah berumur kepala tiga?"..... (tik tok tik tok) aku berfikir keras, apa ya. "Teteh belum menikah loh Maisya, teteh galau teteh takut jadi perawan tua, kamu tahu kan udah berapa kali teteh pacaran tapi gagal lagi gagal lagi, paling lama 3 bulan, dulu hampir mau nikah tapi gagal, padahal apa coba kurangnya teteh, teteh gak jelek-jelek amat, malah banyak yang bilang teteh seperti model, teteh juga wanita karir, pokonya bisa dibilang ideal lah, tapi kok urusan jodoh teteh jauh banget yah dek.. duh teteh kena kutukan apa ya?" sambil pegang-pegang kepala seperti orang depresi, "Astaghfirullah teteh gak boleh ngomong seperti itu, rejeki, maut dan jodoh sudah Allah atur kok tinggal menunggu waktu yang tepat saja teh." aku berusaha menenangkan teteh, "Iya tapi sampai kapan teteh menunggu dek? hmm... sebenarnya ada cowok incaran teteh tapi teteh takut banget mau deketin dia, secara dia tuh beda, pokoknya teteh gak sederajat sama dia" teteh mulai menurunkan nada bicaranya, "Memang dia seperti apa teh?", "Dia orang sholeh, sedangkan teteh kayak gini... hmm..", "Ya kalau gitu teteh perbaiki diri dulu teh di mata Allah, karena jodoh adalah cerminan diri kita teh, kalau kita mau jodoh yang baik yang sholeh kita juga harus baik dan sholeha" aku berusaha membuat teteh lebih tenang lagi, tapi apa yang terjadi, teteh malah marah. "Oh, jadi menurut kamu aku gak baik? Iya aku memang bukan wanita baik-baik, keluar jam 6 sore pulang jam 3 malam, iya aku memang cewek liar, shalat aja gak pernah, baca Al Qur'an apalagi, penampilan aku sexy boro-boro pakai hijab kayak kamu, tapi ini semua aku lakuin untuk bertahan hidup tahu gak, kita hidup tanpa orangtua, apa-apa harus berusaha sendiri, gak ada sanak saudara juga yang bisa dimintai tolong, kita harus mandiri! Oh tidak, aku yang mandiri karena kamu tidak bisa apa-apa. Kerja saja tidak, kamu terlalu munafik, mana ada yang mau menerima calon karyawan yang pakai mukena kemana-mana. Dengar ya Maisya, orang islam itu gak musti ditutup dililit kain kalau kemana-mana, kalau kayak gitu terus kamu bakal selamanya stuck kamu gak akan dapat pekerjaan, apalagi urusan jodoh, aku saja yang cantik susah jodoh apalagi kamu Maisya yang menutup diri seperti itu, mau menggantungkan hidup sama orang lain?! hah?",teteh sangat marah. "Astaghfirullah teh, maaf kalau kata-kata Maisya salah, May sama sekali tidak bermaksud apalagi menuduh teteh tidak baik, maaf teh kalau urusan hijab ini, ini adalah kewajiban kita sebagai muslimah, mau baik atau buruk akhlaknya mau shalat atau belum menjalankannya hijab ini tetap kewajiban. Maaf kalau May salah teh, aku akan segera menemukan pekerjaan teh biar teteh gak susah biayain aku, permisi teh", entah kenapa hatiku sangat sakit mendengar perkataan teteh, aku langsung masuk ke kamar aku tidak kuasa menahan air mata ini. Aku berfikir keras kemana aku harus mencari pekerjaan yang syar'i, ku berdoa dalam shalat dhuhaku. Tak lama Allah menjawab doaku, salah satu teman Group Ta'lim di Whatsapp ku mengirimkan beberapa lowongan pekerjaan, satu diantaranya adalah lowongan pekerjaan di salah satu yayasan amil zakat, aku sangat tertarik dan sesegera mungkin aku kirimkan CV ku.
Seminggu setelah kukirim CV itu, Alhamdulillah aku diterima. Aku bekerja di bagian admin, walaupun gajinya tidak sebesar perusahaan bonavit tapi tetap ku syukuri, di sisi lain Alhamdulillah teteh juga diterima sebagai Accountant di perusahaan minyak milik negara. Kami yang saat itu sudah berdamai mengadakan syukuran kecil-kecilan.
Sudah seminggu aku bekerja, aku sangat semangat. Orang-orang di tempat kerjaku sangat baik dan ramah, apalagi orang itu. Ah aku seperti orang yang terpesona dengannya, dia adalah founder lembaga amil zakat ini, dengan perjuangannya yang subhanallah banyak perusahaan-perusahaan besar yang mempercayakan sebagian labanya untuk disumbangkan kepada yang berhak melalui lembaga kami, masya Allah. Dia sangat berwibawa, andai saja bisa menjadi jodohku. Astaghfirullahaladzim... terbangunku dari lamunan haram ini huft... Mengingat meeting akan segera dimulai, aku pun sibuk mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan. Dalam meeting kali ini kami membahas perusahaan baru yang mau bekerjasama dengan lembaga kami, dan Qodarullah itu adalah perusahaan dimana teteh bekerja, girang bukan main aku mendengarnya. Seusai meeting Pak Ghaydan memanggilku ke ruangannya, betapa groginya aku waktu itu, tapi aku berusaha tenang tanpa nervous, bismillah. Berhadapan langsung dengan Pak Ghaydan sedekat ini, empat mata, masya Allah tanganku dingin, dadaku berdegub kencang, Astaghfirullahaladzim jangan sampai ini menjadi zinah mata, huft... "Maisya... May... MAISYA!"Ghaydan memanggilku sedari tadi rupanya aku terhanyut dalam lamunan, "Ya Allah, iya pak, maaf pak saya gak konsen. Iya pak bagaimana?".
"Hmm.. jangan banyak melamun Maisya, gak baik loh. Begini saya dengar kakak mu bekerja sebagai Accountant di perusahaan yang akan bekerjasama dengan lembaga kita? Kalau benar adanya, bisa kan kamu bantu saya atur waktu untuk meeting bertiga?" pinta Ghaydan. "Oh iya pak benar Kakak saya Munaya bekerja di sana, insya Allah saya bisa membantu Bapak untuk dapat bertemu dengan Kak Munaya" jawabku dengan gugup sambil menunduk, karena sama sekali aku tak sanggup menatap matanya. "Benar Maisya? Alhamdulillah... Nanti saya akan kirimkan surat undangan pertemuan meeting nah kemudian kamu yang tentukan di mana tempatnya yang paling nyaman ya?" pintanya lagi. "Siap pak, Insya Allah saya akan atur waktu yang tepat. Paling Kak Naya bisanya hari Sabtu atau Minggu pak, bagaimana?" masih tetap gugup. "Ok atur saja May, Insya Allah saya siap", "Baik pak... kalau begitu saya sudah boleh keluar kan pak? Saya mau siap-siap pulang" aku meminta izin keluar karena sudah tidak sanggup berlama-lama di hadapan lelaki yang sangat mengganggu pandanganku. "Kalau begitu saya antar pulang ya May", Ghaydan membuatku makin canggung, dalam benakku waduh diterima enggak ya tawarannya, ya Allah.. bagaimana ini? "Haalloo... Maisya, ayo aku antar, sekalian ketemu kakakmu." Ghaydan menawarkan sekali lagi. "Mm... Engga usah deh mas, eh pak.. gak usah pak, saya pulang sendiri saja, enggak biasa diantar hehe.." dalam hatiku oops.. kenapa aku tolak coba Maisya kamu itu bodoh atau apa sih? Ah tapi kan kurang baik bukan muhrim berada dalam satu mobil bersama, tapi menyesal juga ah tapi tindakan aku benar ko. "Oh iya yah, maafkan saya ya Maisya saya tidak bermaksud untuk... mm... duh bagaimana saya jadi gak enak sama kamu Maisya, tidak seharusnya saya menawarkan untuk pulang bersama dan berada dalam satu mobil dengan kamu." Ghaydan malah meminta maaf kepadaku. "Oh iya gak apa-apa kok pak, hehe saya juga jadi gak enak", "Ya sudah kalau begitu hati-hati di jalan ya Maisya", "Baik pak, Pak Ghaydan juga hati-hati ya." kemudian kami pun berpisah, akupun pulang dengan dada yang masih berdegup kencang. Sepanjang jalan sampai tiba di rumah hatiku berbunga-bunga sekali.
Sesampainya di rumah kudapati Teh Nay sedang senyum-senyum sendiri. "Dor... hayo lagi liatin foto siapa tuh, sampe senyum-senyum sendiri?" aku mengagetkan Teh Nay dengan iseng. "Eh May datang-datang bikin jantungan teteh aja, kepo banget sih kamu. Yang jelas ini lelaki idaman teteh yang lama hilang sekarang dia sudah kembali hehe.. Dulu tiap meeting dengan perusahaan relasinya dia selalu pakai auditorium hotel teteh, pokoknya sering banget. Itu loh yang teteh bilang sholeh itu, dulu dia sempet hilang gak tau kemana tapi sekarang dia hadir lagi mewarnai hari-hari teteh" teh Nay kelihatan bahagia sekali. "Oh dia balik lagi, tapi teteh gak pacaran kan?" tanyaku dengan nada interogatif. "Ya enggak lah, kan kata adikku yang sholeha ini pacaran itu haram. Makanya teteh tuh maunya langsung nikah aja, gimana yah dek. Kamu bisa gak bantuin teteh, teteh pengen ta'aruf" pinta teteh. "Gampang sih, asalkan teteh mau nurut ikutin semua saran-saran aku" aku menegaskan teteh. "Hmm... Okelah demi keberhasilan ini, soalnya teteh udah capek banget gak mau pacaran lagi" ucap teteh dengan wajah sedih. "Gini ya, pertama teteh harus tutup aurat, pakai kerudung, terus teteh benahi ibadah teteh kaya misalkan shalat gak boleh bolong-bolong, gak boleh telat-telat, mm... kalau bisa ya baca Al Qur'an sama puasa sunnah senin kamis, tapi ada yang susah sih teh", "Apa tuh yang susah dek?", "Semua itu harus teteh lakukan hanya karena Allah bukan karena mau dapetin lelaki itu. Dan satu lagi soo-aal kerudung itu gimana sama kerjaan teteh?" tanyaku khawatir. "Tenang dek, sekarang kan teteh udah gak di front office jadi gak terlalu masalah, lagipula banyak teman-teman teteh yang pakai hijab syar'i malah." jelas teteh. "Oh Alhamdulillah kalau gitu teh aku jadi tenang, kalau gitu tunggu apa lagi ayo mulai coba-coba pakai kerudungnya." aku langsung memandu teteh memadu padankan busana muslimah untuk dipakai teteh, sambil senyum-senyum tenang akhirnya teteh mau berubah.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba, hari dimana aku, teteh dan Ghaydan akan mengadakan meeting bertiga, rencananya kita akan meeting di salah satu caffe di dekat rumah. Entah kenapa teteh sibuk sendiri gonta ganti pakaian, mungkin karena ini pertama kalinya teteh meeting dengan menggunakan hijab, lucu juga melihatnya tapi aku bahagia sekali.
***
Setelah lama menunggu akhirnya Ghaydan datang gagah dengan tubuh tingginya, dia apik menggunakan kemeja koko biru muda dengan celana di atas mata kaki, masya Allah dari ujung kaki sampai ujung rambutnya sunnah banget, ya Allah lagi-lagi aku hampir zinah mata Astaghfirullah. Teh Naya masih canggung dan gugup sendiri entah mengapa dia seperti itu, mungkin masih belum nyaman dengan pakaian barunya. Sampai meeting selesai Teh Naya masih canggung dan aku masih grogi saja. Ah kenapa aku ini huft...
Setelah selesai meeting, kami diantar pulang oleh Ghaydan, nah kalau yang ini aku mau karena bertiga dengan teh Naya. Setibanya di rumah teh Naya buru-buru masuk ke dalam rumah, sudah gerah barangkali, sementara aku diajak berbicara sebentar oleh Ghaydan. "May, terimakasih banyak yah atas bantuannya, Alhamdulillah kita sudah bisa bekerjasama, tinggal selangkah lagi menemui CEO nya kemudian kita bisa membantu saudara-saudara kita lagi May, oh iya aku masih merasa tidak enak kala itu aku pernah mengajakmu pulang bersama. Aku minta maaf lagi ya May, tapi kamu juga kalau pulang sendiri hati-hati ya, akhir-akhir ini Jakarta lagi gak aman kan" tatapannya sangat tajam. "Ya Allah pak masih ingat aja, gak apa-apa kok pak. Kan maksud pak Ghaydan baik, saya saja sudah lupa pak. Iya insya Allah saya akan tetap hati-hati dan waspada. mm.. soal kerjasama dengan perusahaan itu iya pak Alhamdulillah sekali ya pak semoga Allah berkahi setiap langkah kita." masya Allah aku gugup sekali. "Kalau begitu saya pulang ya May, sampai bertemu di kantor ya besok", "Oh iya pak hati-hati di jalan ya pak, fii amanillah..", "Aamiin... terimakasih doanya May, kalau gitu saya pamit Assalamu'alaykum", "Wa'alaykumsalam..." Ghaydan pun pergi meninggalkan kebahagiaan yang terjadi dalam hati ini. Haru bercampur senang sulit dijelaskan, inikah yang dinamakan jatuh cinta ya Allah. Tak ingin berlama-lama di luar aku pun segera masuk ke dalam rumah. Di dalam kamar teteh sedang duduk gelisah seperti orang yang baru melihat hantu, aku berusaha menenangkan. "Teh, teteh kenapa teh.. istighfar teh.. teteh kenapa atuh ih?" aku kebingungan sendiri melihat teteh seperti itu. "Astaghfirullah ya Allah, pegang dada teteh dek" tanganku diarahkan ke dada Teh Naya, dan dadanya berdegup sangat kencang. "Ya Allah teh, teteh kenapa habis lihat apa sih teh?" aku panik. "Itu dek, dia dek, itu dia orangnya" teteh makin panik. "Orangnya siapa, tenangin diri atuh teh siapa orang itu?" aku berusaha tenang dan menenangkan Teh Nay. "Dia May, lelaki sholeh idaman teteh yang teteh incar, ya Allah sebenarnya teteh malu cerita sama kamu, sebenarnya teteh gak mau pertemuan ini terjadi, Ghaydan May Ghaydan orangnya. Teteh menyukai dia dan berharap dia berjodoh dengan teteh", bagai disambar petir hatiku ini, hancur berkeping-keping mendengar pengakuan teteh, seketika tubuh terasa berat dan lemas, kepalaku terasa buyar, tanganku dingin, dada berdegup kencang, apakah yang terjadi pada diriku ini ya Allah ada sesuatu yang menyakitkan di hati. "May.... MAAAYY!", "Eh, iya teh maaf aku agak e... anu mm.. gak konsen tadi" aku bingung mau bilang apa, "tapi kamu dengar kan May, Ghaydan May, teteh mau berubah karena Allah agar berjodoh dengan Ghaydan, May kamu mau kan bantuin teteh" pinta teteh dengan sangat. Dengan hati berkecambuk ku jawab ya "Iya teh insya Allah aku pasti bantu teteh, kita berjuang bersama ya teh.. oh iya teh aku tiba-tiba ngantuk nih teh mau istirahat dulu ya teh ke kamar" aku mencari alasan untuk menghidari hal yang tidak diinginkan. Air mata pun mengalir dengan derasnya, "Astaghfirullah ya Allah kenapa aku ini, mengapa sakit sekali ya Allah, bantu aku ya Allah, tenangkan aku... aku tidak ingin seperti ini."
Setelah mengetahui pengakuan teteh aku jadi tidak bersemangat lagi bekerja, terlebih jika bertemu Ghaydan di kantor sebisa mungkin aku menghindarinya, walaupun Ghaydan tidak bisa berhenti bersikap ramah terhadapku, Ya Allah kuatkan aku jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan. Hari-hariku suram, kelam, galau, menyesal aku pernah menyimpan rasa ini untuk Ghaydan tapi ada hal yang harus aku perjuangkan yaitu menyatukan Ghaydan dengan teteh. Perlahan-lahan aku mulai mau berbicara dengan Ghaydan meski sangat berat kurasakan, aku langsung ke intinya saja. Entah harus mengatakan apa, Alhamdulillah atau Astaghfirullah Ghaydan menyetujui maksudku untuk melangsungkan ta'aruf dengan teteh. Suasana hatiku saat itu ya Allah kacau balau, aku tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, tidak konsen bekerja. Tapi aku harus tetap pejuangkan ini, teteh yang sudah perjuangkan kehidupan aku, aku pun harus bisa perjuangkan kebahagiaan teteh.
Satu minggu proses ta'aruf, Ghaydan langsung melamar teteh. Rombongan keluarga Ghaydan datang ke rumahku, aku girang aku masih merasa Ghaydan akan melamarku, ibunya akan memasangkan cincin di jari manisku. Astaghfirullahaladzim ya Allah jangan seperti ini, aku tidak ingin seperti ini. Proses lamaran pun berjalan lancar, dan tiga minggu kemudian teteh melangsungkan pernikahan dengan Ghaydan, aku sangat bahagia melihat teteh bahagia. Akhirnya teteh bisa menemukan imamnya yang insya Allah akan membawanya ke jannah kelak, aamiin. Harapanku teteh bisa istiqomah dalam perubahannya di jalan Allah dan Ghaydan dapat membimbing teteh ke jalan yang diridhoi Allah. Aku menyibukkan diri dengan menyelesikan skripsiku, aku pun resign dari pekerjaanku dengan alasan itu. Di sisi lain aku mencari-cari pekerjaan kembali, meski teteh berpesan agar aku tidak bekerja dulu selama skripsi, teteh yang akan membiayai hidupku, tapi tetap sekarang aku harus mandiri. Untuk saat ini aku sangat menghindari untuk jatuh cinta, karena itu akan menyakitkan pada akhirnya. Aku lebih sering menyendiri, bukan untuk meratapi tapi aku mulai membuat tulisan-tulisan sekedar menghibur diri. Setelah menikah teteh ikut dengan Ghaydan, betapa sepinya di rumah sendirian. Semoga Allah datangkan pula jodoh yang terbaik untukku.
Perlahan-lahan aku bisa melupakan Ghaydan. Karena kesedihan tak seharusnya berlama-lama menghinggapi hari-hariku.
Jika cinta manusia mampu mengubah tabiat seseorang maka akan
aku mudahkan jalannya.
Jika Allah titipkan cinta kasih kepada orang yang ku sayang,
maka akan aku perjuangkan ia bersanding dengan orang yang lebih ku sayang. Aku ikhlaskan dia untuknya ya Allah, tukarlah dengan
kelembutan hatinya dan ketaatannya terhadapMu, agar aku pun bisa rasa
bahagianya. Karena kami terlahir dari rahim yang sama dan harus tetap bersama
di jannahMu.
Bagaimana hatiku?
“Semoga kau terselamatkan dari segala duka, kesulitan dan
nestapa.” Qalbu.
Assalamu’alaykum Qalbu...
*** Comingsoon Assalamu'alaykum Qalbu 2***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar